Orang tua A, punya keinginan agar anak mudah bersosialisasi, berteman dan berinteraksi dengan anak-anak komplek yang sebaya, karena melihat anak tetangga depan yang supel, sementara anak sendiri senangnya di rumah, main dan belajar asik sendiri tanpa peduli orang lain, seperti tidak butuh teman.
Setelah di Tes STIFIn di ketahui Mesin Kecerdasannya Thinking. Setelah saya jelaskan seperti apa Mesin Kecerdasan Thinking, orang tua menjadi paham dengan anaknya dan menjadi lebih beryukur.
Dilain kasus saya temui. Orang tua B, yang anaknya ber Mesin Kecerdasan Feeling, ingin agar si anak di rumah saja, belajar yang rajin di kamar, jangan terlalu banyak main di luar bersama teman sebayanya di komplek. Orang tua ini menghabiskan waktu anaknya dengan memanggil guru private kerumah. Dan sering kesal, saat guru private datang, si anak malah keluar rumah ngumpul dengan teman-temannya.
Seandainya orang tua A, mengasuh anak orang tua B, apakah masalah bisa selesai ??. Belum tentu, selama orang tua masih sibuk mencari apa yang tidak ada pada anaknya, maka selama itu jualah masalah anak dengan orang tua takkan berhenti. Orang tua acapkali membandingkan anaknya dengan anak lainnya. Rumput tetangga tampak lebih hijau, daripada rumput di halaman sendiri.
Jika anak Ibu dan Ayah tidak memiliki potensi yang dimiliki anak tetangga. Percayalah anak Ibu dan Ayah memiliki potensi yang tidak dimiliki anak tetangga. Seperti pada contoh diatas. Anak orang tua A, merasa anaknya tidak pandai bergaul ketika melihat anak tetangga yang supel. Orang tua B merasa anaknya senang bermain dengan temannya, tidak seperti anak tetangga yang senang belajar dirumah.
Walau namanya sudah orang tua. Kita ternyata luput dari yang namanya Fokus Pada Kelebihan, bukan pada Kekurangan. Ibu saya sering menasehati saya ketika makan di meja, saya katakan, “gak ada kerupuk ya mak”, dengan enteng Ibu mengatakan, “jan mancari nan indak ado, syukuri nan ado” (bahasa minang), artinya : jangan mencari yang tidak ada, syukuri apa yang ada.
Inilah yang terjadi jika kita tidak mengenal “bibit” anak yang sebenarnya. Orang tua yang memiliki anak berbibit “pepaya”, menjadikan anak ber buah jeruk, karena jeruk sedang laris manis. Anak yang berbakat melukis, di jadikan artis hanya karena profesi artis lebih menjanjikan.
Tes STIFIn bisa membantu Ibu dan Ayah untuk Menemukan Potensi Yang Tidak Ada Pada Anak Tetangga, tapi potensi itu ada pada anak Ibu dan Ayah. Dan Mengetahui Kekurangan yang ada pada anak. Sehingga Ibu dan Ayah tidak menjadi resah gelisah kala melihat anak orang lain berprestasi pada bidang tertentu, contoh Matematika, tetapi anak Ibu dan Ayah lemah Matematika.
Jika Ibu dan Ayah sudah mengetahui Potensi anak. Maka Ibu dan Ayah bisa melakukan pelatihan dan penggemblengan pada Kelebihan si anak hingga 10.000 jam, dan mengabaikan kekurangannya. Karena saat anak fokus menggembleng Kelebihannya, ia menjadi Expert, maka kelemahannya akan berjalan sesuai dengan kebutuhan.
“Hanya karena ikan tidak pandai memanjat pohon, kita mengatakan ikan Bodoh Selama hidupnya.”( Albert Einstein)